Perjalanan Ke Hutan Trembesi di Banyuwangi
De Djawatan Banyuwangi: Menyusuri Hutan Trembesi yang Magis ✨🌳
Perjalanan menuju De Djawatan Banyuwangi dari pusat kota hanya sekitar 40 menit berkendara.
Buat traveler seperti aku yang nggak mau ribet sewa kendaraan, pilihan paling gampang adalah naik Bus HiAce Damri soalnya aku termasuk salah satu type Passenger Princess hehehe. Kantor Damri ada di Jl. Ahmad Yani, Banyuwangi, dan dari sana kita bisa pesan seat langsung.
👉 Harga tiket Damri: Rp25.000 sekali jalan (pulang-pergi Rp50.000). Damri punya Dua kali keberangkatan pulang-pergi setiap hari — biasanya pagi (sekitar jam 08.00) dan siang (sekitar jam 14.00). Supaya aman, pesan sehari sebelumnya ya, karena kursinya terbatas.
Kalau mau lebih fleksibel, bisa juga sewa motor atau mobil. Tarif sewa motor di Banyuwangi mulai Rp75.000–100.000 per hari, sedangkan mobil mulai dari Rp350.000–450.000 per hari. Dengan sewa kendaraan, kita bisa sekalian mampir ke Pantai Merah atau destinasi lain di sekitar Banyuwangi.
Tapi karena aku udah sering main ke pantai, kali ini aku mau habiskan waktu full di De Djawatan — menikmati rindangnya pohon trembesi sambil hunting foto cantik di setiap sudutnya.
Tiket Masuk & Sambutan Pertama 🌿
Sampai di lokasi, hal pertama tentu saja beli tiket. Harganya ramah banget di kantong:
-
Tiket masuk pejalan kaki: Rp10.000
-
Parkir motor: Rp2.000
-
Parkir mobil: Rp5.000
Parkir Bus: Rp10.000
Karena aku naik Damri, cukup bayar tiket masuk orang aja, Rp10.000.
Tarif Tiket masuk di Gerbang utamaBegitu masuk, langsung disambut dengan Gapura Selamat Datang bertuliskan “De Djawatan Magical Forest”.
Menyusuri Rumah Pohon 🌳🏡
Dari pintu masuk, aku lanjut ke rumah pohon yang jadi salah satu ikon di sini. Tingginya sekitar lima meter, dengan tangga kayu sederhana tapi cukup kokoh.
Pemandangan Rumah pohon dari bawahDari atas rumah pohon, pemandangan hutan trembesi terlihat semakin magis. Ada satu batang pohon besar yang menembus lantai kayu, unik banget buat jadi latar foto.
Aku betah sekitar 15 menit di atas, sambil foto-foto, bikin video, dan bahkan bantuin ambilin foto dan video beberapa bapak-ibu yang kesulitan ambil gambar dan video yang bagus, supaya mereka juga punya kenangan bagus. Jadi Repot sendiri sih tapi ada alasannya semoga orang tuaku juga bisa diperlakukan sama saat dimanapun mereka berada.
Stage Demi Stage: Menyelami De Djawatan
Aku membagi pengalaman di hutan ini jadi empat “stage”:
-
Stage Pertama → area tiket masuk dan Gapura selamat datang.
-
Stage Kedua → rumah pohon dan area parkir delman. Kalau mau, pengunjung bisa naik delman untuk berkeliling hutan dengan suasana klasik. Tarifnya Rp. 50.000 per putaran.
-
Stage Ketiga → spot foto hidden gem. Di area ini ada fotografer lokal yang siap bantu dengan kamera profesional. Tarif jasa mereka sangat terjangkau, mulai Rp20.000–50.000.
Pemandangan Spot foto hidden gem
Ada juga atraksi hiburan (anak-anak cosplay Reog mini), penjual es krim, hingga penyewaan mobil jeep antik yang bisa dipakai properti foto. Jeep antik siap ajak kalian berkeliling
Aku sempat ngobrol dengan bapak petugas hutan, yang cerita sejarah De Djawatan — dulunya digunakan Belanda sebagai tempat kumpul kayu jati, lalu ditanami trembesi supaya adem, dan 8 tahun terakhir resmi jadi tempat wisata. -
Stage Keempat → area kuliner dan oleh-oleh. Banyak booth makanan dengan harga normal (Rp10.000–30.000 per porsi). Ada juga live musik.
Detail yang Membuat De Djawatan Unik ✨
Yang bikin aku terkesan adalah keunikan pohon trembesi. Kalau dilihat dari bawah, daun-daunnya tidak saling menempel antar-ranting, sehingga tercipta jalur rapi di langit. Fenomena ini disebut “Shyness Crown”.
Secara ilmiah, ini adalah perilaku alami beberapa jenis pohon yang menjaga jarak antar-kanopi agar tidak saling bertabrakan. Ada yang berpendapat hal ini membantu pohon mengurangi risiko penyebaran hama, ada juga yang menyebutkan tujuannya untuk memberi ruang cahaya masuk ke bawah hutan.
Hasilnya, langit di atas hutan terlihat seakan-akan dilukis dengan pola retakan alami, cantik sekali untuk difoto.
Aku menghabiskan hampir 4 jam di sini. Dari gerbang masuk, naik rumah pohon, keliling hutan, hingga santai makan siang sambil dengar musik. Sebelum pulang, aku sempat mencoba ayunan yang digantung di batang pohon trembesi besar.
Ayunan di Pohon TrembesiPenutup 🌿
De Djawatan bukan sekadar hutan wisata, tapi tempat yang bikin hati adem, cocok untuk healing, hunting foto, atau sekadar menikmati alam yang asri.
Jam 14.00, bus Damri sudah siap menjemput untuk perjalanan pulang. Aku pun menutup hari dengan rasa syukur dan senyum lebar.
Selamat tinggal, De Djawatan.
See you when I see you. 🌳💚
Terima kasih telah membaca cerita perjalanan aku di De Djawatan Banyuwangi.
Untuk teman-teman yang ingin mengikuti lebih banyak kisah perjalanan, resep, maupun pengalaman pribadi lainnya, silakan kunjungi media sosial aku ya, link nya ada di atas:
-
📷 Instagram – dokumentasi foto perjalanan dan momen sehari-hari.
-
🎥 YouTube – video perjalanan dengan cerita lebih lengkap.
-
🎶 TikTok – konten singkat dan tips praktis seputar kuliner serta traveling.
-
👍 Facebook – artikel blog, foto, dan diskusi bersama pembaca.
Teman-teman dapat menemukan saya di semua platform tersebut dengan nama Ayudelight.
Sampai bertemu di cerita berikutnya. 🌿✨
Komentar
Posting Komentar